Selasa, 19 Januari 2016

Cerpen

Daun Musim Gugur Pemberian Sang Sahabat
Oleh : Afina
Merah warnanya, anggun geraknya, seakan-akan menghipnotisku, jatuh dari ketinggian, aku tak bisa membayangkan bagaimana bila aku melihatnya secara langsung. Melihatnya dari video saja menurutku lebih dari cukup. Itulah impianku, melihat secara langsung bagaimana daun berwarna kemerahan itu berjatuhan dengan anggunnya. Tapi bagaimana caranya? Aku inikan dari keluarga yang kurang mampu.
Masalah daun yang berjatuhan nyaris saja kulupakan, seakan terganti dengan masalah beasiswa, maklum saja aku tak ingin memberatkan kedua orang tuaku tersayang. Aku terlahir dari keluarga yang kurang mampu, aku punya kakak perempuan, menurutku ia kakak yang sangat perhatian sekali, ia sangat menyayangiku, aku pun begitu, kami bagaikan dua batu yang tak bisa di pisahkan. Namun, takdir berkata lain, kakakku pergi meninggalkan kami, seusai menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas(SMA), ia meminta izin kepada bapak untuk kuliah, namun sampai saat ini kakakku tersayang tak pernah mengabari kami. Aku sangat sedih akan hal itu. Namaku Oca, saat ini aku sedang menduduki bangku 3 SMP, dan sedang mengincar beasiswa, terutama keluar negeri. Namun, impianku itu belum sempat ku sampaikan kepada ibunda tercinta, karena, aku takut ibu tak sependapat denganku, tapi apapun keputusan ibu, bila itu yang terbaik, aku siap mengalah. Karena bagaimana pun juga, ibu adalah malaikat pelindungku siang dan malam.
Aku memang tidak sepintar orang-orang di kota, tapi aku yakin dengan impian yang kuat, tekad yang bulat, kerja keras, impianku bisa tercapai. Banyak bilang kalau orang kampung itu susah tuk mendapatkan beasiswa, mungkin itu mustahil. Tapi menurutku di dunia ini tidak ada yang mustahil. Aku ingat sebuah kata “Man Jadda Wa Jadda” siapa yang giat pasti berhasil. Aku juga sudah ikhtiar, aku belajar setiap hari dan setiap malam, terutama bahasa inggris. Dengan begitu, aku percaya bahwa aku bisa mendapatkan beasiswa keluar negeri itu, PASTI!!. Mendaftarkan diri, sudah, hanya tinggal tes nya saja ku ikuti. Dan aku siap mengikuti tes nya!.
No. 103. Bagaimana kamu bisa mendaftar beasiswa ini?  Aku menjawab apa ya? Aha! Aku tau karena aku ingin melihat daun yang berjatuhan! Tapi, tidak mungkin aku menjawab itu. Batinku dalam hati. Akhirnya, aku menjawab karena ingin lebih bisa dalam bahasa inggris. Tak apalah aku berbohong sedikit.
Beberapa minggu kemudian, pengumuman tes berkeliaran di mading sekolah. Mana ya namaku? Batinku dalam hati. Betapa kagetnya aku, ternyata di papan tersebut tidak ada namaku, rasanya aku ingin menangis sekencang mungkin. Oke, baiklah mungkin ini yang terbaik. Semenjak kejadian itu, aku selalu di hantui oleh sikap pesimis. Tapi aku berjanji pada diriku aku akan mencoba mendaftar beasiswa lagi bulan depan.
Tapi setelah aku pikirkan apa kesalahanku, aku telah berbohong pada No.103. aku tak menyangka hanya dengan kebohongan, semua ini bisa terjadi, Allah memang maha besar.
Sesampainya dirumah. “Ibu, Assalammualaikum.. bu, Oca pulang...” Sapaku seraya mencari jawaban Ibu. “Ibu..”panggilku sekali lagi. “Bapaak..” kupanggil Bapak. Tetapi sama saja, tak ada jawaban. Aku mulai cemas, pikiranku mulai kacau.”Assalammualaikum..” kata seseorang diluar. “Waalaikumsalam... siapa ya?.” Kataku seraya menghampiri suara tersebut. “eh, wa ujang, ada apa wa?” tanyaku. “ini neng, Ibu nyuruh saya buat manggil eneng, katanya eneng di suruh Ibu ke dokter Iroh, sekarang...” jelas wa ujang. “ iya.. makasih ya wa..” ucapku. Aku bergegas menuju dokter Iroh. Sementara, pikiranku semakin kacau, apa jangan jangan bapak sakit? Atau ibu yang sakit? Batinku dalam hati.
Sesampainya di dokter Iroh, ibu sedang menangis kencang, “ibu.. ibu.. ada apa bu?” Tanyaku cemas aku selalu mencemaskan segala sesuatu. “ bapak nak.. bapak...”tangis ibu. “ ada apa dengan bapak bu?..”tanyaku kembali. “bapakmu gagal ginjal nak.. dan harus ada yang mendonorkan ginjalnya...”kata ibu. “innalillahi..” aku sangat terpukul dengan kejadian itu. Hari ini adalah hari terburuk dalam hidupku. Untung saja kami mempunyai kartu tanda miskin. Mungkinkah aku melanjutkan urusan beasiswa ku? Sementara di sisi lain ada bapak yang sedang sakit, dan aku harus merawat bapak dulu sampai sembuh, baru aku lanjutkan impian beasiswaku.
Dokter pun menghampiri kami. Maaf, secepatnya harus ada yang mendonorkan ginjalnya. “saya.. saya saja dokter..” serbu ibu dengan cepat. Mari kita lihat ginjal ibu terlebih dahulu, apakah ginjal ibu cocok dengan ginjal bapak, atau tidak?” ujar sang dokter. “ baik dokter” ucap ibu. Ibu dan dokter memasuki sebuah ruangan, tidak sampai 1 jam, ibu dan dokter sudah keluar, dari ruangan tersebut. Dan ibu dan sang dokter menghampiriku,”maaf ginjal ibu anda, tidak cocok dengan ginjal bapak anda..” ujar sang dokter. “baiklah, kalau begitu ginjal saya saja dokter..” ucapku menyerahkan diri. Lebih baik aku yang menderita, daripada harus bapak yang menderita. Ternyata ginjalku cocok dengan bapak. Alhamdulillah, akhirnya bapak bisa lebih membaik. Batinku dalam hati. Walau kadang, pinggangku terasa sakit. Tapi tak apa, demi bapak.  
Beberapa hari kemudian, saat aku sedang duduk termenung di taman, aku melihat ada selembar koran tergeletak persis dibawah kursi tempat aku duduk. Lalu, kubaca koran tersebut, ternyata tidak disangka bahwa di koran itu terdapat tawaran beasiswa ke Kanada. Setelah kubaca lanjut artikel tentang negara Kanada di koran tersebut, ternyata di Kanada ada daun mapel, alias daun yang berjatuhan yang ingin kulihat sebelumnya, tanpa berpikir panjang langsung saja kudaftar beasiswa tersebut. Beberapa minggu kemudian, kubaca aturan yang berlaku, jadwal tesnya, dan keberangkatannya, ternyata jadwal tes beasiswa tersebut bertepatan dengan UTS di sekolahku. Akhirnya, kulewat kan UTS tersebut dan kuikuti tes beasiswanya. Setelah ku dapatkan hasilnya, ternyata aku LULUS!!!, betapa bahagianya aku saat itu, aku yakin ibu dan bapak pasti senang mendengar kabar ini. Aku langsung saja bergegas untuk pulang ke rumah.
Sesampainya dirumah, langsung saja ku hampiri kedua orang tuaku, aku mengharapkan senyuman dari mereka saatku pulang. “ibu.. bap...” belum selesai aku berbicara, bapak sudah berkacak pinggang, dan menatapku tajam. “ada apa pak?” tanyaku. “darimana saja kamu?!! mengapa kamu tidak mengikuti ujian??!! Tanya bapak membentakku. “aa.. aaku darrii.. ssse.. see..sekolah pak...” jawabku berbohong. “jangan bohong kamu!!!” PLAK!! Ditamparnya aku oleh bapak. Karna untuk pertama kalinya aku diperlakukan seperti ini, aku merasa sangat terpukul. Aku langsung berlari menuju kamarku. Mungkin bapak pantas memperlakukanku seperti ini, karena memang bapak sangat tidak suka bila ada seorang anak yang berbohong padanya dan meninggalkan ujian di sekolahnya. Batinku dalam hati. “hiks.. hiks..” entah kenapa air mataku seakan-akan tak bisa berhenti. Betapa berdosanya diriku ini ya Allah. Batinku dalam hati. Tak memerlukan waktu yang lama, ibu menghampiriku. “ibu yakin, bapakmu tidak disengaja melakukan itu padamu, mungkin beliau sedang terbawa emosi.” Jelas  ibu menerangkan. “ iya bu, aku tau aku memang salah...”  kataku dengan rasa bersalah. “tadi kepala sekolahmu memberi tahu ibu, kalau kamu tidak mengikuti ujian di sekolah, kamu kemana nak? Ayo, cerita sama ibu...” bujuk ibu. “aku mengikuti tes beasiswa keluar negri bu, dan aku..” belum lagi aku selesai berbicara ibu sudah memotong ucapanku. “ibukan sudah pernah bilang sama Oca, sekolahlah di negri kita tercinta”. Ucap ibu. Aku menghela nafas kecewa. “tapi bu, aku sudah lulus.. dan ibu tahu kan daun mapel, dan aku sangat menyukai daun itu bu, dan aku ingin melihatnya secara langsung”. Ucapku memohon kepada ibu. “baiklah bila itu maumu, ibu akan selalu mendoakanmu, dan akan mencoba bicara kepada bapak”. Ucap ibu mengalah. “terima kasih yaa buuu.. Oca sayaaaang bangeeet sama ibuu...” kataku sambil memeliuk ibu dengan seluruh sayangku. “ibu juga sayaaaang banget sama Oca..” balas ibu dengan senyum cerah di wajahnya.
Akhirnya, kudapatkan izin ibu, hanya tinggal perizinan dari bapak yang kunanti. Saat aku keluar dari kamarku, kulihat bapak sedang duduk termenung menatapi sawah yang terbentang luas. Rasanya aku ingin mengutarakan maksudku tentang beasiswa kepada bapak sekarang, tapi mungkin ini bukan waktu yang tepat. “Oca.. kemari nak..” panggil bapak. Dengan badan gemetar, kuhampiri bapak. “ada apa pak?..” tanyaku. “bapak hanya ingin minta maaf sama Oca, dan tadi bapak tidak sengaja mendengar perbincangan Oca dengan ibu, dan bapak tau apa yang sebenarnya terjadi”. Kata bapak. Deg! Apa jangan jangan bapak tidak mengizinkan aku, Akh! Oca, jangan berpikir yang tidak tidak. Batinku dalam hati. “dan bapak mengizinkan Oca untuk mengikuti beasiswa tersebut tapi ada syaratnya, kamu harus membanggakan bapak dan ibu..” ujar bapak. “yiiaayy!! Alhamdulillah!! Bapak baaaiik banget!! Makasih ya pak...” kataku.
 Esoknya saat di sekolah, aku merasa ada yang aneh. Sama sekali tidak ada orang yang menyapaku, justru mereka menatapku aneh. “eh, lihat ini dia orang yang membolos saat ujian sedang berlangsung”. Kata seseorang, dan aku tidak tau itu siapa. “Oca!!! Kamu dipanggil bu Lidia, alias kepala sekolah sekarang juga, di ruang kepala sekolah.” Aduh, bagaimana ini, apa jangan jangan aku akan dihukum berat oleh bu lidia... batinku dalam hati.
“Oca, apa benar kamu akan melanjutkan sekolah beasiswa di luar negri? Tanya bu Lidia. “iya bu benar..” jawabku. “ibu sangat menyetujuinya, namun, kamu harus lulus sekolah ini dulu bukan? Sedangkan kamu tidak mengikuti UTS, dan kamu tahu bukan kalau UTS itu merupakan salah satu ujian terpenting untuk kelulusan”. Kata bu Lidia. “lalu, apa yang harus saya lakukan bu?” tanyaku kepada bu Lidia. “ ikutilah UTS susulan”. Kata bu Lidia menyarankan. “baik bu, saya akan lakukan apa yang ibu sarankan, permisi.” Ucapku kepada bu Lidia.
3 bulan telah berlalu, kulalui dengan kangen kangenan dengan orang tua, dan menyelesaikan ujian, serta prosesi kelulusanku. Dan mungkin tiba saatnya untukku berangkat ke Kanada. “kamu hati hati ya disana, ingatlah selalu kami, dan impianmu. Impianmu ada 3 bukan?, yang pertama, kamu ingin melihat daun yang berjatuhan, yang kedua, kamu ingin mendapat pendidikan yang lebih tinggi, yang ketiga, kamu ingin membanggakan kami bukan?.” Tanya ibu. “iya bu..” tanpa kusadari,  air mataku menetes karena harus berpisah dengan ibu dan bapak tercinta, selama kurang lebih 1 tahun. Bagaimana pun juga, aku sudah memilih ini sebagai jalan hidupku. Dan aku akan membuka lembaran baru di negri daun mapel itu. Pesawat yang kutumpangi siap untuk boarding, dan inilah saat saat yang paling menyedihkan, ibu tak pernah berhenti melambaikan tangan padaku saat aku sedang menaiki eskalator. Saat ku sedang berada di pesawat, aku sudah tidak melihat kedua orang tuaku lagi, air mataku terus mengalir. Ibu, maafkan aku ya, selama ini aku selalu membuat ibu repot, membuat ibu kewalahan dengan apa yang kulakukan, dan bapak maafkan aku ya, aku pernah berbohong pada bapak, aku pernah menyembunyikan sesuatu pada bapak, hiks... hiks... batinku dalam hati.
Tepatnya pada pukul 14.30, pesawat yang kutumpangi itu mendarat di negara berdaun mapel itu. Aku sudah menyewa sebuah penginapan, kalau di indonesia biasa disebut kos kosan. Tepat disamping kamarku itu sepertinya seumuran denganku. Aku pun mencoba untuk berbincang dengannya. “ehm, excuse me, can you speak english?.” Tanyaku. “yes, i can.” Jawabnya. “what is your name?.” Tanyaku kembali. “my name is Zahroh, i come from turki.” Jawab zahroh. “my name oca, i come from Indonesia.”kataku. “can you speak Indonesian language?.” Tanyanya. “yes i can.” Jawabku. “kamu beasiswa disini?.” Tanya Zahroh. Hah? Zahroh dari turki bisa berbahasa Indonesia?. Batinku dalam hati. “ iya, aku beasiswa disini..” jawabku. “kamu tahu daun mapel tidak? Tanyaku. “aku punya bibitnya, kau mau?” tanya Zahroh. “aku mau..” jawabku.
Langsung saja kutanam pohon itu, dan untungnya pohon itu sudah lumayan besar dan sebenarnya itu bukan bibit, kutanam pohon itu di depan penginapanku. Tanpa ku sadari, sesuai dengan ramalan cuaca, bahwa hari ini akan terjadi badai salju yang sangat besar. Dan akhirnya, pohon mapelku tumbang dan hancur.
Aku menceritakan kejadian ini pada zahroh. Menurutku aku sangat tidak cocok berada di Kanada. Rasanya aku ingin kembali ke Indonesia. Namun, aku ingat ibu pernah bilang padaku kalau, “kamu hati hati ya disana, ingatlah selalu kami, dan impianmu. Impianmu ada 3 bukan?, yang pertama, kamu ingin melihat daun yang berjatuhan, yang kedua, kamu ingin mendapat pendidikan yang lebih tinggi, yang ketiga, kamu ingin membanggakan kami. Selain itu,  Zahroh melarangku, katanya”buat apa kamu susah susah kesini kalau hanya dengan rusaknya pohon mapel kamu saja kamu sudah menyerah seperti ini.” Akhirnya dengan berat hati kuikuti ngomongan Zahroh itu.
Esoknya adalah hari pertama ke sekolah. Kami sangat tekun belajar, berbeda dengan kehidupanku di Indonesia, aku bisa menyantai, dan lain sebagainya. Tapi disini, aktivitas harianku sangatlah padat, sampai sampai waktu istirahat menurutku sangatlah sedikit. Tapi tak apa, mungkin ini yang terbaik. Dan, Zahroh juga pernah bilang, “kalau kamu bisa meraih nilai terbaik disini, aku akan mengumpulkan satu anak sekolahan, untuk memberikan 1000 pohon mapel untukmu, kenapa 1000? Karena daun mapel itu adalah daun yang sangat lazim di negara ini, jadi sangatlah mudah untuk mendapatkannya.
 Sampai tiba waktunya, penyakit berat menimpaku, kata dokter, aku terkena penyakit tumor otak. Dan umurku sudah tidak lama lagi, Zahroh mengetahui tentang keberadaanku sekarang, ia meraasa akan kehilanganku selamanya, jadi setiap malam ia menemaniku di rumah sakit, dan ia juga yang menanggung semua biaya rumah sakit.
 Sampai tiba waktunya ujian kelulusan, aku tetap mengerjakan itu, meskipun di rumah sakit. Aku tak peduli aku lulus atau tidak, yang terpenting aku sudah mengerjakaanya. Aku sengaja tak memberitahu berita ini kepada bapak dan ibu, karena aku tak ingin menjadi beban untuk mereka. Cukup hanya Zahroh yang terbebani. Zahroh begitu tulus merawatku, sampai suatu saat aku pernah bertanya padanya,“Zahroh, kenapa kamu begitu baik padaku, kitakan baru kenal?.” Tanyaku kepada Zahroh. “aku melakukan ini tulus, karena menurutku kau adalah sahabat terbaikku siang dan malam.” Kata Zahroh. Ya Allah, baru kali ini aku punya sahabat yang setulus ini, dan mengakui kalau aku adalah sahabatnya, tolong jaga dia ya Allah, jangan buat ia menderita ya Allah. Batinku dalam hati.
Tiba waktunya pengumuman kelulusan aku memaksa agar Zahroh datang ke wisuda kelulusan itu, karena pada awalnya, ia memaksa untuk menemaniku saja di rumah sakit. Sepulangnya Zahroh dari wisuda ia membawa teman teman semua untuk menengokku, dan aku tak pernah menyangka kalau Zahroh benar benar membawakan 1000 pohon mapel untukku, dan itu artinya aku mendapatkan nilai terbaik di sekolah, aku sangat senang, dan membiarkan pohon itu tumbuh di depan halaman tempat aku menginap. Dan tepat hari itu juga, waktunya bagiku untuk menjalani operasi pengangkatan tumor. Perasaan cemas dan khawatir tentunya terus terbayang bayang di benakku. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus menjalaninya, BISMILLAH. Dan, aku tak pernah menyangka ini, bahwa operasi itu berjalan lancar. Aku tidak sabar memberitahu ini pada Zahroh.
Sesampainya aku di tempat penginapan Zahroh, ternyata banyak orang sedang berkumpul, saat kutanya apa yang terjadi, ternyata Zahroh sudah lama mengidap penyakit tumor otak, dan tidak bisa di selamatkan. Tapi, bagaimana? Yang terkena penyakit kan aku, kenapa jadi Zahroh? Yang berpulang terlebih dahulu? Dan kenapa ia tak pernah memberitahuku tentang semua masalah ini? Apa karena ia tak ingin aku terbebani? Atau bagaimana? Aku kan sahabatnya. Beribu ribu pertanyaan terus bermunculan di benakku. Betapa sedihnya aku hari itu, dan Zahroh menitipkan sebuah surat padaku, dan kalung berliontin huruf Z, untuk Zahroh. Sedangkan, Zahroh menyimpan kalung berliontin O, untuk Oca...
Untuk sahabat tersayang, Oca...
Maafkan aku ya Oca, aku tidak bisa memberitahumu tentang kejadian ini, sebenarnya aku mengidap penyakit ini sejak kecil, dan aku sudah tahu tentang operasimu, selamat ya.. operasi tumor di otakmu berjalan lancar. Aku sangat senang mendengarnya. Tapi Oca, Allah membalik keadaan, dokter tak pernah bilang padaku kalau umurku tinggal sebentar lagi, jadi aku tenang tenang saja, sedangkan kamu, dokter sudah memperingatimu, kalau umurmu tinggal sebentar lagi, tapi kenyataannya? Tapi tak apa, aku senang mendengar itu.. semoga kita bisa bertemu nanti di surga ya.. Oca, oya jangan lupa rawat pohon mapel itu baik baik, dan jangan pernah lupakan aku yaa.. aku akan selalu mengingatmu, walaupun kita berada di dua alam yang berbeda, tapi aku yakin kita tetap bersama.. menurutku, kamu adalah sahabat terbaikku, kau berasal dari Indonesia, sama seperti ayahku, dan ibuku berkebangsaan turki... aku sayaaang banget sama kamu, Oca.
Salam sayang,
Zahroh..
Air mataku mengalir deras, aku kehilangan seorang sahabat yang sangat tulus padaku.. tapi, mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur, dan aku berjanji, aku tak akan pernah bisa melupakanmu Zahroh, tunggu sampai 9 tahun ke depan, aku akan membawa keluargaku kesini saatku sukses nanti, dan saat tiba waktunya aku akan memperlihatkan padamu kalau sebenarnya aku bisa merwat pohon mapel yang kau berikan padaku....

9 tahun berlalu...
Aku menetap di Kanada selama 9 tahun, mencari kerja secara bertahap, mulai dari karyawan biasa, manajer, hingga sekarang aku menjadi direktur perusahaan international. dan sekarang aku tinggal di rumah kecil bersama kedua orang tuaku, Dan sekarang sudah waktunya untuk pohon mapel menggugurkan daunnya... dan ternyata memang benar, seperti apa yang kubayangkan, dahulu saat di Indonesia, Merah warnanya, anggun geraknya, seakan-akan menghipnotisku, jatuh dari ketinggian, dan aku benar benar terhipnotis, tapi berbedanya aku menyaksikan ini tanpa sahabat tersayang,  dan aku tetap teringat dengan Zahroh... sahabat yang hanya baru kenal 2 hari sudah seperti saudara sendiri.
 Dan sampai sekarang aku tak pernah berhenti berharap tentang keberadaan kakakku... dan aku janji, aku akan terus bermimpi, meskipun orang menganggap itu mustahil.
Ini merupakan kenangan terindah yang tidak bisa aku lupakan, seumur hidupku, terutama saat ku telah berpulang, semoga kita bersua di surga...
Dan untuk Zahroh, aku juga telah membuatkan puisi special untukmu..
Sahabat Tersayang
Wahai sahabat..
Ingatkah kau..
Awal kita berjumpa
Tak pernah terbayang bagaimana kita berpisah..
Tak pernah terbayang hal buruk apa yang akan terjadi..
Kita selalu memikirkan kebahagiaan..
Kegembiraan.. yang hanya bersifat sementara...
Dan sahabat, dimana ada pertemuan..
Disana pasti ada perpisahaan..
Aku tak bisa berpisah denganmu
Wahai sahabat...
Seandainya kita berpisah untuk selamanya...
Yakinlah bahwa kita akan bersua kembali
Di surga...

Semoga kau bahagia di alam sana, semoga kau bisa diterima di sisinya, dan semoga kau bisa bahagia dengan puisi special yang telah kubuatkan khusus untukmu...
~ THE END ~



Rabu, 18 November 2015

Gunung canggah 1600 mdpl

rihlah ponpes irsyadul mubtadiíin dengan tema "tadabbur alam ke gunung canggah"
berikut album yang dapat kami abadikan.


sunrise dan ada penampakan gunung tampomas yang malu-malu






menikmati teh hangat di pagi hari



 mendaki batu karut, batu raksasa ini ditahan oleh akar pohon dan semak belukar







Kamis, 03 September 2015

carita pondok




Kabeurangan
Karangan: Ai Azzhar

P
as wengi  si Fajar lalajo mengbal di telelevisi dugi ka tengah wengi langkung,  teras anjeuna kumpul-kumpul heula sareng rerencangana ngobrol ngalor ngidul, biasa ma’lum meureun jeung babaturan, pas ngareret kana jam reuwas kacida gening ts wanci janari terus ngajak ka baladna nu harita ngarenong di imahna da tos nongton bareng tea supaya geura sare. Singkat carita pajar hudang terus geuwat ka cai wudhu lajeng sholat subuh, na reuwasna nalika beres sholat subuh ngareret jam geuning tos jam genep langkung, pajar di seungseurikeun ku babaturanana anu acan sarolat subuh padahalmah.

Dina kaayaan sora hayam reang di sarada, pajar sadar yen manehna the kabeurangan, tuluy lumpat deui ka cai rek mandi da sieun kaberangan sakola, tuluy di baju saragam koloyong ka dapur nyokot sapatu geus kitu buru-buru nyiapkeun buku pelajaran poe ieu tuluy di sapatu sipajarteh teu salam-salam acan ka indungna berebet weh lumpat satakerna mangkat ka sakola.
Dasar rusuh ti imah the da eta sasarapge dugi ka poho, di jalan rusuh pisan lulumpatan da sieun kabeurangan tea. Ari habekteh sukuna najong batu soloyong gejeburteh kana kolomeran sisi jalan, calanana baraseuh tur kalotor. ‘’aduh…na asa apes-apes teuing poe ayeuna, nya hudang kabeurangan, labuh ka solokan,  baju kalotor, tapi ah deuk mangkat we tuluy ka sakola’’ gerentes pajar kukulutus sabari ngeprukan calanana.
Pas nepi ka sakola panto gerbang geus di tutup, pajar teu bisa asup ka jero, cicing heula hulang-huleng di hareupeun gerbang da satpam sakolana euweuh. Ana jol the pa satpam datang bari rek muka konci gerbang. Tuluy ku pa satpam the pajar di hokum push up sapuluh kali, beres push up beretek deui lumpat rek muru ka kelas. Pas di jalan rek ka kelas pajar pada melong ku asi-adi kelasna da calana kalotor jaba baseuh asa era hatemah.
Nalika di jalan rek ka kelas tea pajarteh papangih jeung guru terus di bawa ka rohangan PKS kesiswaan. Tuluy di Tanya tapi sip ajar the teu bisa ngajawab nanaon ngan tungkul we nu aya sabari geumpeur kacida. Kusabab teu ngajawab wae tuluy we di titah balik ka kelasna tuluy gek we diuk dina korsi anu tos maneuh sabari hulang-huleng mikiran nuan-naon anu tos karandapan.
Pas keur hulang –huleng kituteh jol aya neang, horeng the di hokum titah nyokotan runtah, hatemh geus kesel nyokotan runtahteh kukulilingan, jaba sorangan euweuh batur. Bakat ku keuheul da eta aya nu nanyage kot keun ka teu di jawab. Cenahmah di eta tatangkalan sok aya oray jeug sora-sora anu araneh, heritage aya sora aneh kadaenge ngan ah cuek we da keur mulungan runtah tea.
Mulungan runtahna bari hulang- huleng da asa ku aneh meureun poe ieu ngan pangihteh jeung ka apes we. Keur mulungan runtah di handapeun tangkal palem lengteh karasa rada lieur tapi di tahan we da  tugas mulungan runtah can angeus , tuluy we ngadekul nyokotan runtah sabari nahan kalieur. Asa karasa banga pisan pajarteh gek we diuk heula ngareret sukuna anu bareuh  jeung beureum.
Ari hegteh pajar pingsan di deukeuteun runtan atuh guru-guruteh rareuwaseun ningali psjar pingsanmah, eta guru-guru tuluy lalumpatan muru sip ajar, tuluy si pajarteh di paying ku bapa guru di bawa ka rumah sakit da eta di jalan the teu sadar-sadar kawasnamah rada parah.
Pas dugi ka rumah sakit ibu guru buru-buru nelepon ka mamah jeung bapana, atuh kacida rareuwaseunana mamah jeung bapanateh bari tuluy gura-giru muru ka rumah sakit. Si pajar can sadar-sadar, indungna ceurik da reuwas jeung kasieunan. Pas ku indungna di usapan korejat si pajarth sadar. Indung  bapana bungah. Tuluy sip ajar hudang atuh sarerea anu aya didinyateh barungah kacida. (BERSAMBUNG)